Senin, Juli 13, 2009

IMAM GHOZALI


IMAM GHOZALI

Namanya Muhammad bin Ahmad Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali, yang termasyur dengan gelar Hujjatul Islam.

Dilahirkan di Thus suatu tempat di khurasan (Iran), pada tahun 450 H atau 1085 M.

Ayahnya adalah seorang miskin yang sholeh. Penghasilannya adalah bertenun memintal benang dari bulu. Ia sangat senang berkunjung kepada alim ulama’ guna untuk belajar dan memetik ilmu pengetahuan dan juga untuk memberikan bantuan kepada mereka. Ketika mengikuti pelajaran dari gurunya, Ayah Imam Ghozali ini sering menangis serta berdo’a memohon kepada Alloh, semoga dikaruniai putera-putera yang pandai dan mengerti tentang agama.

Akhirnya ia benar-benar dikaruniai Alloh dua orang putera. Kedua orang putera itu ialah AL-ghozali dan Ahmad adiknya.

Kemudian ayahnya wafat semasa Imam Ghozali masih kecil. Kemudian Imam Ghozali dan adiknya dididik oleh seorang ahli tasawuf sesuai dengan wasiat sang ayah. Karena itu, ajaran ilmu tasawuf sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan jiwa Imam Ghozali.

Ketika belajar nampaklah ketajaman otak Imam Ghozali, sehingga ia sering disebut-sebut oleh gurunya di dalam majlis-majlis pengajian. Imam Ghozali belajar dengan Ahmad bin muhammad Ar-Rodzkani seorang guru yang terkenal. Belajar ilmu tasawuf pada imam karomain. Setelah itu beliau melanjutkan pelajarannya ke nishabur, dengan seorang alim yang terkenal bermadzab Imam Syafi’I dan Madrosah Nidzomiyah, bernama Dhiauddin Al-Juwaini. Ketika gurunya ini wafat, Imam Ghozali pindah belajar ke Askar pada tahun 478 H. dalam kepindahan ini, terkandung maksud Al-Ghozali untuk menemui menteri Nizamul muluk. Kemudian ia dapat bertatap muka dengan menteri nizamul muluk dan akhirnya Imam Ghozali dapat bertemu pula dengan para alim ulama’ di dalam suatu pertemuan.

Dalam pertemuan itu terjadi tanya jawab tentang keagamaan, semua pertanyaan alim ulama’ yang di ajukan, dapat di jawab dengan jelas tegas oleh Imam Ghozali. Oleh karena itu para alim ulama’ sepakat untuk mengangkat Imam Ghozali menjadi tenaga pengajar pada madrasah nidhomiyah di Baghdad pada tahun 484 H. setelah 5 tahun disana, maka timbullah keragu-raguan baginya tentang apakah sebenarnya ilmu “hakikat” itu.

Sebagaimana para ulama’ yang lain yang mempunyai banyak kitab, maka Imam Ghozali juga banyak mengarang kitab. Ada yang mengatakan bahwa kitab-kitab Al-ghozali berjumlah seribu buah. Ada pula yang mengatakan hanya 69 buah dan 84 buah. Yang jelas kitab-kitab karangan Imam Ghozali banyak.

Kitab beliau yang sangat populer dan terbesar ialah kitab Ihya ‘Ulumuddin ( menghidupkan ilmu-ilmu agama) kemudian juga Minhajul Abidin (jalan Bagi Ahli Ibadah) sebuah kitab tasauf.

Setelah imam Ghozali menunaikan ibadah haji pada tahun 488 H, maka pada tahun 489 H beliau kembali ke Damaskus. Kemudian melawat lagi ke negeri-negeri lainnya, dan akhirnya beliau kembali ke Thus. Tiba di thus, AL-Ghozali mendirikan perguruan/madrasah dan juga untuk pelajaran Tasawuf. Disinilah beliau mengajar dan beribadah.

Pada tanggal 14 jumadil Akhir tahun 505 H. setelah beliau berwudu dengan sempurna, kemudian berbaring, diluruskannya badan dan kakinya, lalu menghadap ke kiblat dan tak lama kemudian wafatlah beliau. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

Pada hari wafat beliau ini banyaklah orang-orang yang datang menjenguk jenazah beliau. Anehnya, sekonyong-konyong datang 3 orang yang tidak dikenal oleh masyarakat situ. Dua orang langsung memandikan beliau dan yang seorang lagi menghilang entah kemana. Setelah dimandikan dan dikafani, lalu jenazah dibawa ke kubur. Tiba-tiba datang pula seorang berselimut dan bersorban yang disebelah kanannya ada panji-panji hitam. Langsung orang itu mensholatkannya dan orang-orangpun di belakang sebagai makmum. Setelah ia memberi salam ia pun hilang entah kemana, dan orang-orangpun juga nggak tau kemana perginya.

Keesokan harinya terdengar kabar berita bahwa kedua orang yang memandikan tadi adalah sahabat Imam Ghozali yang datang dari Maroko, dan namanya Syeikh Abu Abdulloh muhammad bin Ishak As-Syarif. Wallohu A’lam.

Mutiara Hikmah Imam Ghozali

“ Meneliti dan mengenal diri sendiri merupakan kunci rahasia mengenal Alloh”

“ Tujuan perbaikan Akhlaq adalah untuk membersihkan hati dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah, hingga ia jernih bagaikan cermin yang dapat menerima cahaya alloh.”

“Apabila cinta kepada Alloh itu sudah sempurna, maka tidak ada sesuatu kesenangan yang dapat melebihi kesenangan dalam melakukan ibadah.”

Tanda-tanda bahwa si hamba itu cinta kepada Alloh diantaranya:
1. Ia ingin “berjumpa”dengan siapa yang dicintainya. Keinginan itu begitu kuat hingga jika ia yakin bahwa tiada jalan untuk itu kecuali dengan meninggalkan dunia ini, ia tidak akan keberatan.
2. Ia bersedia meninggalkan yang dia sukai jika bertentangan dengan perintah-Nya.
3. Ia cinta akan Al-Qur’an, kitab suci-Nya; cinta kepada Rosululloh saw; pesuruh-Nya; cinta kepada apa dan siapa yang ada hubungannya dengan Dia. Barangsiapa cinta kepada Alloh tentu ia akan cinta pada mahluk-Nya.
4. Suka bermunajat dan berbisik-bisik dengan Dia. Di keheningan malam diambilnya kesempatan untuk bertahajjud.
5. Ia sangat merasa sayang kalau dalam hidupnya ada sesaat yang tak diisi denga dzikir(ingat) atau taat kepada-Nya.
6. Taat itu dirasakan sebagai nikmat. Tiap-tiap orang yang asyik tidak akan merasa berat berbuat apa saja.
7. Ia akan merasa sayang dan kasih kepada sekalian hamba Alloh, tetapi keras terhadap musuh-musuhnya.
8. Dalam cintanya itu ia merasa takut dan merasa dirinya rendah karena ta’dzim dan hormatnya. Takut disini tidak bertentangan dengan cinta. Insyaf akan kebesaran Alloh itu menimbulkan rasa ngeri. Berhadapan dengan keindahan dan kesempurnaan-Nya mendatangkan cinta.
9. Ia merahasiakan cintanya, yaitu karena ta’dzim akan Yang dicintainya, karena memuliakan-Nya, karena haibat kepada-Nya dan karena Ghiroh akan rahasia-Nya.
10. Merasa ramah dan gembira dalam “bergaul” dan “berdekatan” dengan Dia.
11. Rela dan Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang datangnya dari Dia.

“ Tiada yang lebih baik selain Ilmu dan Ibadah. Jangan kita mempergunakan otak kita melainkan untuk ilmu dan ibadah. Pusatkan sekarang ini perhatian kita kepada ilmu dan ibadah. Kalau sudah terpusat, maka jadi kuat, dan kalau sudah kuat berhasillah kita.”

“ Ilmu hakiki itu ialah yang memberi keyakinan bahwa maksiat itu racun yang membunuh dan bahwa akhirat itu lebih utama daripada dunia. Barangsiapa tahu hal ini, ia tak akan melepaskan yang lebih utama untuk mengambil yang nista.”

0 comments:

Posting Komentar